Makalah Muhammad Bin Abd Al-Wahab dan Syah Waliyullah



MAKALAH

MUHAMAD BIN ABDUL WAHAB DAN SYAH WALIYUALLAH

Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Pelajaran
Pendidikan Agama Islam (pai)
 

 



 


 


 


DISUSUN OLEH
KELOMPOK :  1
1.    SUKMAWATI
2.    SRI IDA JUY
3.    YANTI APRIYANTINI

KELAS          : XI MP-1

SMK IKHLAS JAWILAN
Jl. Raya Cikande-Rangkasbitung Km. 10
 Kp. Cibadak Ds. Pasirbuyut Jawilan
Tahun Pelajaran 2017/2018



KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul     “ Muhammad Bin Abd Al-Wahab dan Syah Waliyullah  
Makalah  ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan Makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan Makalah ini.
Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki Makalah ini.
Akhir kata kami berharap semoga ini dapat memberikan manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca.

Serang, 16 April 2018

Penulis




DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................        i
DAFTAR ISI .........................................................................................        ii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................        1
1.1  Latar Belakang Masalah.........................................................        1
1.2  Rumusan Masalah...................................................................        1
BAB II PEMBAHASAN.......................................................................        2
2.1  Muhammad Bin Abd Al-Wahab ...........................................        2
2.2  Syah Waliyullah .....................................................................        3
BAB III PENUTUP ..............................................................................        9
3.1 Kesimpulan..............................................................................        9
3.2 Kritik dan Saran.......................................................................        9
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................        10



BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Islam sebagai sebuah bentuk keyakinan memiliki umat yang besar. Hampir diseluruh penjuru dunia terdapat umat islam. Hal ini disebabkan karena islam disebarkan dan masuk kedalam suatu masyarakat dengan cara yang damai dan santun sehingga banyak orang yang berminat masuk islam.
Akan tetapi, selain banyak orang senang dan bangga dengan islam, tidak sedikit pula orang yang menyerang islam, yang disebabkan karena perbedaan keyakinan terutama ketauhidan. Mereka yang tidak senang dengan islam selalu berusaha menjatuhkan islam, baik melalui buday, pola pikir, dsb. Untuk menghadapi hal ini, ulama-ulama dahulu membalasnya dengan memberikan argumen yang berisi alasan-alasan untuk mempertahankan keimanan mereka baik tentang keimanan kepada Tuhan, malaikat, dsb. Dan hal yang sering kita sebut sebagai ilmu kalam.
Nama lengkapnya adalah Qutb al-Din Ahmad bin Abd al-Rahim bin Wajih al-Din al-Syahid bin Mu’azam bin Mansur bin Ahmad bin Mahmud bin Qiwam al-Din al-Dihlawi. Ia dilahirkan pada hari Rabu, tanggal 21 Februari 1703 M atau 4 Syawal 1114 H di Phulat, sebuah kota kecil di dekat Delhi dan wafat pada tahun 1762 M atau 1176 H. Dia dijuluki “Shah Waliullah” yang berarti sahabat Allah karena kesalehan yang ia miliki. Dia memulai studinya di usia lima tahun dan menyelesaikan bacaan dan hafalan dari Al-Quran pada usia tujuh. Dia adalah pengikut Ahlus Sunnah Wal Jamaah dan penganut mazhab fikih Hanafi.

1.2  Rumusan Masalah
1              - Mengenal siapa itu Muhammad Bin ʿAbd Al-Wahhāb ?
2         - Mengenal siapa itu Syah Waliyullah ?


BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Muhammad Bin ʿAbd Al-Wahhāb
 A. Biografi Muhammad Bin ʿAbd Al-Wahhāb
Muhammad bin ʿAbd al-Wahhāb (1115 - 1206 H/1701 - 1793 M) adalah seorang ahli teologi agama Islam dan seorang tokoh pemimpin gerakan keagamaan yang pernah menjabat sebagai mufti Daulah Su'udiyyah yang kemudian berubah menjadi Kerajaan Arab Saudi. Bin ʿAbd al-Wahhāb memiliki nama lengkap Muhammad bin ʿAbd al-Wahhāb bin Sulaiman bin Ali bin Muhammad bin Ahmad bin Rasyid bin Barid bin Muhammad bin al-Masyarif at-Tamimi al-Hambali an-Najdi.
Muhammad bin ʿAbd al-Wahhāb, adalah seorang ulama yang berusaha membangkitkan kembali pergerakan perjuangan Islam secara murni. Para pendukung pergerakan ini sesungguhnya menolak disebut Wahabbi, karena pada dasarnya ajaran Ibnu Wahhab menurut mereka adalah ajaran Nabi Muhammad, bukan ajaran tersendiri. Karenanya mereka lebih memilih untuk menyebut diri mereka sebagai Salafis atau Muwahhidun yang berarti "satu Tuhan".
B.  Pemikiran Kalam Muhammad Ibnu Abdul Wahab
Salah satu pelopor pembaruan dalam dunia Islam Arab adalah suatu aliran yang bernama Wahabiyah yang sangat berpengaruh di abad ke-19. Pelopornya adalah Muhammad Abdul Wahab (1703-1787 M). Pemikiran yang dikemukakan oleh Muhammad Abdul Wahab adalah upaya memperbaiki kedudukan umat Islam terhadap paham tauhid yang terdapat di kalangan umat Islam saat itu. Paham tauhid mereka telah bercampur dengan ajaran-ajaran tarikat yang sejak abad ke-13 tersebar luas di dunia Islam
Di setiap negara Islam yang dikunjunginya, Muhammad Abdul Wahab melihat makam-makam syekh tarikat. Setiap kota bahkan desa-desa mempunyai makam sekh atau walinya masing-masing. Umat Islam pergi ke makam-makam itu dan meminta pertolongan dari syekh atau wali yang dimakamkan disana untuk menyelesaikan masalah kehidupan mereka sehari-hari. Ada yang meminta diberi anak, jodoh, disembuhkan dari penyakit, dan ada pula yang minta diberi kekayaan. Syekh atau wali yang telah meninggal dunia itu dipandang sebagai orang yang berkuasa untuk meyelesaikan segala macam persoalan yang dihadapi manusia. Menurut paham Wahabiah, perbuatan ini termasuk syirik karena permohonan dan doa tidak lagi dipanjatkan kepada Allah SWT.
Masalah tauhid memang merupakan ajaran yang paling dasar dalam Islam. Oleh karena itu, tidak mengherankan apabila Muhammad Abdul Wahab memusatkan perhatiannya pada persoalan ini. Pokok-pokok pemikiran Muhammad Abdul Wahab yaitu:
1.    Yang harus disembah hanyalah Allah SWT dan orang yang menyembah selain dari Nya telah dinyatakan sebagai musyrik
2.              Kebanyakan orang Islam bukan lagi penganut paham tauhid yang sebenarnya karena mereka meminta pertolongan bukan kepada Allah, melainkan kepada syekh, wali atau kekuatan gaib. Orang Islam yang berperilaku demikian juga dinyatakan musyrik
3.   Menyebut nama nabi, syekh atau malaikat sebagai pengantar dalam doa dikatakan sebagai syirik
4.   Meminta syafaat selain kepada Allah adalah perbuatan syrik
5.   Bernazar kepada selain Allah merupakan sirik
6.   Memperoleh pengetahuan selain dari Al Qur’an, hadis, dan qiyas merupakan kekufuran
7.  Tidak percaya kepada Qada dan Qadar Allah merupakan kekufuran
8.   Menafsirkan Al Qur’an dengan takwil atau interpretasi bebas termasuk kekufuran.
Untuk mengembalikan kemurnian tauhid tersebut, makam-makam yang banyak dikunjungi denngan tujuan mencari syafaat, keberuntungan dan lain-lain sehingga membawa kepada paham syirik, mereka usahakan untuk dihapuskan. Pemikiran-pemikiran Muhammad Abdul Wahab yang mempunyai pengaruh pada perkembangan pemikiran pembaruan di abad ke-19 adalah sebagai berikut:
1.      Hanya Al-Quran dan Hadis yang merupakan sumber asli ajaran Islam
2.      Taklid kepada ulama tidak dibenarkan
3.      Pintu ijtihad senantiasa terbuka dan tidak tertutup

Muhammad Abdul Wahab merupakan pemimpin yang aktif mewujudkan pemikirannya. Ia mendapat dukungan dari Muhammad Ibn Su’ud dan putranya Abdul Aziz di Nejed. Paham-paham Muhammad Abdul Wahab tersebar luas dan pengikutnya bertambah banyak sehingga di tahun 1773 M mereka dapat menjadi mayoritas di Ryadh. Di tahun 1787, beliau meninggal dunia tetapi ajaran-ajarannya tetap hidup dan mengambil bentuk aliran yang dikenal dengan nama Wahabiyah.
Selain itu, Ibnu Abdul Wahhab juga mendapat julukan rajul ad-da’wah (pejuang dakwah), bahkan dia termasuk orang terdepan dalam pasukan kerajaan yang daerahnya meluas sampai meliput timur Jazirah dan sebagian Yaman, Makkah, Madinah, dan Hijaz.
Pembaruan Ibnu Abdul Wahhab dan ijtihadnya lebih banyak berupa pemilihan yang masih dalam lingkup mazhab Hambali serta mengajak kepada nash dan ucapan para tokohnya-khususnya ucapan pendiri mazhab, Imam Ahmad bin Hambal (164-241 H/780-855 M) dan Ibnu Taimiyah (661-728 H/1263-1328 M) daripada kreasi pemikiran, penemuan, dan hal-hal baru. Ijtihadnya adalah pilihan dalam lingkup mazhab, mengajak kepada nash dan pendapat yang memurnikan akidah tauhid dari tanda-tanda kesyirikan, bid’ah, dan khurafat.
Di samping itu, dari beberapa hal yang dikemukakannya di atas yang sangat diperhatikannya adalah masalah tauhid yang menjadi tiang agama; yang terkristalisasi dalam ungkapan la ilah illa Allah. Menurutnya, tauhid telah dirasuki berbagai hal yang hampir menyamai syirik, seperti mengunjungi para wali, mempersembahkan hadiah dan meyakini bahwa mereka mampu mendatangkan keuntungan atau kesusahan, mengunjungi kuburan mereka dikunjungi oleh orang dari berbagai penjuru dunia dan di usap-usap. Seakan-akan Allah sama dengan penguasa dunia yang dapat didekati melalui para tokoh mereka, dan orang-orang dekat-Nya. Bahkan manusia telah melakukan syirik apabila mereka percaya bahwa pohon kurma, pepohonan yang lain, sandal atau juru kunci makam dapat diambil berkahnya, dengan tujuan agar mereka dapat memperoleh keuntungan.

2.3 SYAH WALIYULLAH
A.     Biografi Syah Waliyullah
Nama lengkapnya adalah Qutb al-Din Ahmad bin Abd al-Rahim bin Wajih al-Din al-Syahid bin Mu’azam bin Mansur bin Ahmad bin Mahmud bin Qiwam al-Din al-Dihlawi. Ia dilahirkan pada hari Rabu, tanggal 21 Februari 1703 M atau 4 Syawal 1114 H di Phulat, sebuah kota kecil di dekat Delhi dan wafat pada tahun 1762 M atau 1176 H Dia dijuluki “Shah Waliullah” yang berarti sahabat Allah karena kesalehan yang ia miliki. Dia memulai studinya di usia lima tahun dan menyelesaikan bacaan dan hafalan dari Al-Quran pada usia tujuh. Dia adalah pengikut Ahlus Sunnah Wal Jamaah dan penganut mazhab fikih Hanafi.
Bapaknya, Shah Abdul Rahim, adalah seorang sufi dan teolog reputasi besar. Dia adalah ahli pengasas dan guru daripada Madrasah-i-Rahimiyah di Delhi. Shah Abdul Rahim dikaitkan dengan penyelesaian yang terkenal teks hukum Islam, Fatawa-i-Alamgiri. Dari sisi genealogisnya (nasab), al-Dihlawi hidup dalam keluarga yang mempunyai silsilah keturunan dengan atribut sosial yang tinggi di masyarakatnya. Kakeknya (Syaikh Wajih al-Din) merupakan perwira tinggi dalam tentara kaisar Jahangir dan pembantu Awrangzeb (1658-1707 M) dalam perang perebutan tahta
Masa tinggalnya di Hijaz banyak mempengaruhi pembentukan pemikiran al-Dihlawi dan kehidupan selanjutnya. Di tempat itu, ia belajar hadis, fikih, ajaran sufi pada sejumlah guru yang istimewa di sana, seperti Syekh Abu Thahir al-Kurdi al-Madani, Syekh Wafd Allah al-Makki al-Maliki, dan Syekh Taj al-Din al-Qala’i al-Hanafi.
Syah Waliyullah menerima gelar akademik dan pendidikan rohani daripada ayahnya. Dia hafal Al-Quran dan memperoleh pengetahuan tentang Tafsir, Hadis, spiritualisme, mistisisme, metafizik, logik, dan Ilm-ul-Kalam ketika masih di zaman kanak-kanaknya. Setelah menguasai mata pelajaran ini, dia mengalihkan perhatian pada Shahih Bukhari dan Fiqih Islam. Beliau juga belajar ilmu perubatan dan Thibb. Setelah memperoleh pengetahuan ini, ia mengajar di Madrasah ayahnya selama 12 tahun. Dia berangkat ke Saudi pada tahun 1730 untuk pendidikan tinggi. Selama tinggal di Saudi, ia dipengaruhi oleh Syeikh Abu Tahir bin Ibrahim, seorang sarjana terkenal pada waktu itu. Beliau belajar di Madinah selama 14 tahun, di mana ia memperoleh gelar Sanad dalam Hadis. Hal ini diyakini bahwa sementara Syah Waliyullah berada di Saudi, ia diberkati dengan visi Nabi (SAW). Dia juga merupakan keturunan Ulama besar India Mujaddid Alfi Sani Syeikh Ahmad Sirhindi dan diberitakan bahwa ia akan berpengaruh dalam menetapkan pembaharuan Muslim di India.
Pada saat ia kembali ke Delhi pada bulan Julai 1732, penurunan kekayaan Mughal telah bermula. Sosial, politik, ekonomi dan kondisi keagamaan umat Islam sangat miskin. Syah Waliyullah percaya bahwa berbagai permasalahan yang dihadapi umat Islam adalah kerana ketidaktahuan mereka tentang Islam dan Al-Quran. Oleh karena itu, dilatih secara pribadi sejumlah pelajar yang diamanahkan dengan tugas penyebaran Islam. Dalam rangka untuk menyebarkan ajaran Islam dan membuat Al-Quran lebih mudah diakses oleh orang-orang, ia menterjemah Quran ke Parsi, yang utama dan Bahasa umum daripada orang-orang pada waktu itu. Dia juga berusaha mengurangkan berbagai perbedaan dari banyak kumpulan sektarian yang berlaku saat itu.
Syah Waliyullah juga membuat upaya untuk mengangkat politik umat Islam di India. Dia menulis surat kepada Ahmad Shah Abdali untuk membantu warga Muslim di India dalam menghancurkan Marhattas, yang terus-menerus ancaman bagi Empayar Mughal runtuh. Pada 1761, Ahmad Shah Abdali, sebagai tanggapan terhadap Syah Waliyullah telefon, diakibatkan kekalahan di Marhattas di Panipat. Syah Waliyullah bertanggungjawab atas kebangkitan di masyarakat keinginan untuk kembali semangat moral dan mempertahankan kemurniannya. Dia dikebumikan di 1762. Putra dan pengikut-cakap meneruskan kerja dan misi mulia.
B.  Pemikiran Ekonomi Islam SYAH WALIYULLAH
Pemikiran ekonomi Syah Waliyullah dapat ditemukan dalam karyanya yang terkenal berjudul, Hujjatullah al-Baligha, di mana ia banyak menjelaskan rasionalitas dari aturan-aturan syariat bagi perilaku manusia dan pembangunan masyarakat. Menurutnya, manusia secara alamiah adalah makhluk sosial sehingga harus melakukan kerja sama antara satu orang dengan orang lainnya. Kerja sama usaha (mudharabah, musyarakah), kerja sama pengelolaan pertanian, dan lain-lain. Islam melarang kegiatan-kegiatan yang merusak semangat kerja sama ini, misalnya perjudian dan riba. Kedua kegiatan ini mendasarkan pada transaksi yang tidak adil, eksploitatif, mengandung ketidakpastian yang tinggi, dan beresiko tinggi.
Ia menganggap kesejahteraan ekonomi sangat diperlukan untuk kehidupan yang baik. Dalam konteks ini, ia membahas kebutuhan manusia, kepemilikan, sarana produksi, kebutuhan untuk bekerjasama dalam proses produksi dan berbagai bentuk distribusi dan konsumsi. Ia juga menelusuri evolusi masyarakat dari panggung primitif sederhana dengan budaya yang begitu kompleks di masanya. Ia juga menekankan bagaimana pemborosan dan kemewahan yang diumbar akan menyebabkan peradaban menjadi merosot. Dalam diskusinya tentang sumber daya produktif, ia menyoroti fakta bahwa hukum Islam telah menyatakan beberapa sumber daya alam yang menjadi milik sosial. Ia mengutuk praktek monopoli dan pengambilan keuntungan secara berlebihan dari lahan perekonomian. Ia menjadikan kejujuran dan keadilan dalam bertransaksi sebagai prasyarat untuk mencapai kemakmuran dan kemajuan
Syah Waliyullah membahas perlunya pembagian dan spesialisasi kerja, kelemahan dari sistem barter, dan keuntungan dari penggunaaan uang sebagai alat tukar dalam konteks evolusi masyarakat dari primitif ke negara maju. Menurutnya, kerjasama telah membentuk satu-satunya dasar hubungan ekonomi yang manusiawi dan Islami. Transaksi yang melibatkan bunga memiliki pengaruh yang merusak. Praktek bunga menciptakan kecenderungan untuk menyembah uang. Hal ini menyebabkan masyarakat berlomba-lomba dalam memperoleh kemewahan dan kekayaan. Poin paling penting dari filsafat ekonominya adalah bahwa sosial ekonomi memiliki pengaruh yang mendalam terhadap moralitas sosial. Oleh karena itu, kejujuran moral diperlukan untuk membentuk tatanan ekonomi
Untuk pengelolaan negara, maka diperlukan adanya suatu pemerintah yang mampu menyediakan sarana pertanahan, membuat hukum dan menegakkannya, menjamin keadilan, serta menyediakan berbagai sarana publik seperti jalan dan jembatan. Untuk berbagai keperluan ini negara dapat memungut pajak dari rakyatnya. Pajak merupakan salah satu sumber pembiayaan kegiatan negara yang penting, namun harus memerhatikan pemanfaatannya dan kemampuan masyarakart untuk membayarnya.
Berdasarkan pengamatannya terhadap perekonomian di Kekaisaran India, Waliyullah mengemukakan dua faktor utama yang menyebabkan penurunan pertumbuhan ekonomi. Dua faktor tersebut, yaitu: pertama, keuangan negara dibebani dengan berbagai pengeluaran yang tidak produktif; kedua, pajak yang dibebankan kepada pelaku ekonomi terlalu berat sehingga menurunkan semangat berekonomi.



BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Muhammad bin ʿAbd al-Wahhāb (1115 - 1206 H/1701 - 1793 M) adalah seorang ahli teologi agama Islam dan seorang tokoh pemimpin gerakan keagamaan yang pernah menjabat sebagai mufti Daulah Su'udiyyah yang kemudian berubah menjadi Kerajaan Arab Saudi. Bin ʿAbd al-Wahhāb memiliki nama lengkap Muhammad bin ʿAbd al-Wahhāb bin Sulaiman bin Ali bin Muhammad bin Ahmad bin Rasyid bin Barid bin Muhammad bin al-Masyarif at-Tamimi al-Hambali an-Najdi.
Muhammad bin ʿAbd al-Wahhāb, adalah seorang ulama yang berusaha membangkitkan kembali pergerakan perjuangan Islam secara murni. Para pendukung pergerakan ini sesungguhnya menolak disebut Wahabbi, karena pada dasarnya ajaran Ibnu Wahhab menurut mereka adalah ajaran Nabi Muhammad, bukan ajaran tersendiri. Karenanya mereka lebih memilih untuk menyebut diri mereka sebagai Salafis atau Muwahhidun yang berarti "satu Tuhan".
Nama lengkapnya adalah Qutb al-Din Ahmad bin Abd al-Rahim bin Wajih al-Din al-Syahid bin Mu’azam bin Mansur bin Ahmad bin Mahmud bin Qiwam al-Din al-Dihlawi. Ia dilahirkan pada hari Rabu, tanggal 21 Februari 1703 M atau 4 Syawal 1114 H di Phulat, sebuah kota kecil di dekat Delhi dan wafat pada tahun 1762 M atau 1176 H Dia dijuluki “Shah Waliullah” yang berarti sahabat Allah karena kesalehan yang ia miliki. Dia memulai studinya di usia lima tahun dan menyelesaikan bacaan dan hafalan dari Al-Quran pada usia tujuh. Dia adalah pengikut Ahlus Sunnah Wal Jamaah dan penganut mazhab fikih Hanafi.
3.2 Kritik dan Saran
Dengan membaca makalah ini dan mengetahui siapa itu Muhammad bin ʿAbd al-Wahhāb dan Syah Waliyullah

Daftar pustaka

https://almanhaj.or.id/3912-siapa-syaikh-muhammad-bin-abdul-wahhab.html
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar